Kamis, 07 Juni 2012

Inventarisasi Hukum Adat di Raja Ampat


a.             Inventarisasi Hukum Adat
1.             Sasi
Sasi adalah hukum adat berupa larangan bagi semua orang yang berada di kampung untuk tidak melakukan suatu tindakan apapun terhadap objek sasi. Objek sasi adalah barang dan atau kegiatan yang telah didaftarkan untuk disasi. Tata cara pendaftadan sasi adalah:
-       pendaftar sasi mendaftarkan objek sasi ke gereja.
-       pihak gereja akan menilai apakah objek sasi bisa disasi atau tidak.
-       apabila objek sasi diterima, pendaftar sasi membayar kepada pihak gereja uang pendaftadan untuk memasang sasi. Uang pendaftadan dibayarkan dengan besaran sukarela, namun biasanya sebesar Rp50.000.
-       pihak gereja akan melakukan ritual dengan cara mendoakan objek sasi.
-       setelah ritual selesai pihak gereja akan memberikan palang tanda sasi kepada pendaftar sasi.
-       palang tanda sasi diletakkan didekat objek sasi.
-       apabila sasi ingin dilepas, pndaftar sasi memohon kepada pihak gereja.
-       pendaftar sasi membayar uang secara sukarela, namun biasanya sebesar Rp100.000 kepada pihak gereja.
-       pihak gereja akan melakukan ritual pelepasan sasi
Sanksi sasi berupa hukuman dari Tuhan berupa penyakit hingga mengakibatkan kematian.
2.                  Perkawinan
Menurut hukum adat yang berlaku, batas usia perkawinan adalah 18 tahun ke atas. Batas ini berlaku baik untuk laki-laki maupun perempuan. Tata cara perkawinan adalah:
1.        Seorang laki-laki melamar seorang perempuan
2.        Apabila disetujui, maka pihak perempuan akan meminta sejumlah piring gantung kepada pihak laki-laki sebagai mas kawin yang harus dibayarkan.
3.        Pihak laki-laki akan membawakan piring tersebut dan menyerahkan secara langsung ke pihak perempuan. Kemudian pihak perempuan akan memberikan peralatan makan kepada pihak laki-laki sebagai tanda terima mas kawin yang telah dibayarkan.
4.        Mas kawin yang diterima masing-masing pihak dibagikan kepada orang-orang yang telah membantu mengadakan mas kawin bagi mereka pada saat pelamaran dilakukan.
5.        Akad nikah dilakukan di gereja dan dilanjutkian resepsi di rumah pihak laki-laki.
6.        Pihak laki-laki menyiapkan makanan untuk resepsi, sedangkan pihak perempuan menyiapkan piring makan.
7.        Resepsi pernikahan dilakukan selama sehari semalam.
8.        Perceraian tidak diperkenankan menurut hukum gereja. Akan tetapi, berdasrkan hukum adat perceraian dibolehkan dengan syarat membayar denda adat berupa geras sesuai permintaan istri. Geras adalah tiga piring antik.
3.             Waris
Waris di kampung ini bersifat patrilineal. Pembagian harta waris tergantung kepada pewaris. Pihak laki-laki mendapat seluruh harta kekayaan, sedangkan pihak perempuan, apabila telah menikah, tidak mendapat harta waris.

4.             Kelahiran Anak
Adat yang dilakukaj terhadap anak yang baru lahir adalah:
-            Anak yang baru lahir dibawa ke gereja untuk dibaptis
-            Pesta diadakan oleh orang tua disertai dengan pemberian hadiah adat (piring, piring gantung, sarung, dsb) kepada anaknya.

5.             Tindak Pidana
Aspek
Bentuk Tindak pidana
Perkelahian
Apabila sampai mengeluarkan darah, pelaku harus membayar denda.
Pencurian
Hukuman setimpal dari Tuhan
Perzinahan
Membayar denda berupa piring sesuai permintaan korban
Pertanahan
Bagi Kampung Asukweri, pemilik tanah adalah keluarga Wanma
Apabila ada orang yang ingin memiliki lahan pribadi, ia harus meminta izin kepala kampung.
Surat-surat yang akan diberikan meliputi surat pelepasan tanah dari warga Wanma.
Tanah yang telah dimiliki bebas untuk diperjualbelikan oleh pemilik tanah
Tata krama
Di Kampung Asukweri, semua orang dilarang melante (dansa adat) dan bermain tambur di waktu bebas.  Melante dan bermain tambur hanya boleh dilakukan pada saat perayaan adat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar