a.
Inventarisasi
Hukum Adat
1.
Sasi
Sasi
adalah hukum adat berupa larangan bagi semua orang yang berada di kampung untuk
tidak melakukan suatu tindakan apapun terhadap objek sasi. Objek sasi adalah
barang dan atau kegiatan yang telah didaftarkan untuk disasi. Tata cara pendaftadan
sasi adalah:
- pendaftar
sasi mendaftarkan objek sasi ke gereja.
- pihak
gereja akan menilai apakah objek sasi bisa disasi atau tidak.
- apabila
objek sasi diterima, pendaftar sasi membayar kepada pihak gereja uang pendaftadan
untuk memasang sasi. Uang pendaftadan dibayarkan dengan besaran sukarela, namun
biasanya sebesar Rp50.000.
- pihak
gereja akan melakukan ritual dengan cara mendoakan objek sasi.
- setelah
ritual selesai pihak gereja akan memberikan palang tanda sasi kepada pendaftar
sasi.
- palang
tanda sasi diletakkan didekat objek sasi.
- apabila
sasi ingin dilepas, pndaftar sasi memohon kepada pihak gereja.
- pendaftar
sasi membayar uang secara sukarela, namun biasanya sebesar Rp100.000 kepada
pihak gereja.
- pihak
gereja akan melakukan ritual pelepasan sasi
Sanksi sasi berupa
hukuman dari Tuhan berupa penyakit hingga mengakibatkan kematian.
2.
Perkawinan
Menurut
hukum adat yang berlaku, batas usia perkawinan adalah 18 tahun ke atas. Batas
ini berlaku baik untuk laki-laki maupun perempuan. Tata cara perkawinan adalah:
1.
Seorang laki-laki melamar seorang
perempuan
2.
Apabila disetujui, maka pihak perempuan
akan meminta sejumlah piring gantung kepada pihak laki-laki sebagai mas kawin
yang harus dibayarkan.
3.
Pihak laki-laki akan membawakan piring
tersebut dan menyerahkan secara langsung ke pihak perempuan. Kemudian pihak
perempuan akan memberikan peralatan makan kepada pihak laki-laki sebagai tanda
terima mas kawin yang telah dibayarkan.
4.
Mas kawin yang diterima masing-masing
pihak dibagikan kepada orang-orang yang telah membantu mengadakan mas kawin
bagi mereka pada saat pelamaran dilakukan.
5.
Akad nikah dilakukan di gereja dan
dilanjutkian resepsi di rumah pihak laki-laki.
6.
Pihak laki-laki menyiapkan makanan untuk
resepsi, sedangkan pihak perempuan menyiapkan piring makan.
7.
Resepsi pernikahan dilakukan selama
sehari semalam.
8.
Perceraian tidak diperkenankan menurut
hukum gereja. Akan tetapi, berdasrkan hukum adat perceraian dibolehkan dengan
syarat membayar denda adat berupa geras sesuai permintaan istri. Geras adalah
tiga piring antik.
3.
Waris
Waris
di kampung ini bersifat patrilineal. Pembagian harta waris tergantung kepada
pewaris. Pihak laki-laki mendapat seluruh harta kekayaan, sedangkan pihak
perempuan, apabila telah menikah, tidak mendapat harta waris.
4.
Kelahiran
Anak
Adat yang dilakukaj terhadap anak
yang baru lahir adalah:
-
Anak yang baru lahir dibawa ke gereja
untuk dibaptis
-
Pesta diadakan oleh orang tua disertai
dengan pemberian hadiah adat (piring, piring gantung, sarung, dsb) kepada
anaknya.
5.
Tindak
Pidana
Aspek
|
Bentuk Tindak pidana
|
Perkelahian
|
Apabila
sampai mengeluarkan darah, pelaku harus membayar denda.
|
Pencurian
|
Hukuman
setimpal dari Tuhan
|
Perzinahan
|
Membayar
denda berupa piring sesuai permintaan korban
|
Pertanahan
|
Bagi
Kampung Asukweri, pemilik tanah adalah keluarga Wanma
Apabila
ada orang yang ingin memiliki lahan pribadi, ia harus meminta izin kepala
kampung.
Surat-surat
yang akan diberikan meliputi surat pelepasan tanah dari warga Wanma.
Tanah
yang telah dimiliki bebas untuk diperjualbelikan oleh pemilik tanah
|
Tata
krama
|
Di
Kampung Asukweri, semua orang dilarang melante (dansa adat) dan bermain
tambur di waktu bebas. Melante dan
bermain tambur hanya boleh dilakukan pada saat perayaan adat
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar